Selasa, 25 Oktober 2011

..Kecerdasan Emosional Sebagai Hasil Belajar..



PENDAHULUAN
Pembelajaran saat ini tidak lagi dipahami sekedar proses transfer pengetahuan berupa mata pelajaran atau materi pelajaran kepada siswa. Tetapi sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi siswa secara holistik melalui peran aktif mereka menuju perubahan yang lebih baik. Oleh sebab itu, guru perlu mengembangkan dimensi-dimensi emosional siswa agar mereka semakin mampu menghadapi berbagai persoalan, bersemangat, ulet, tekun, bertanggung jawab, serta mampu menjalin komunikasi secara sehat dengan individu atau kelompok lain.
  1. PENGERTIAN KECERDASAN EMOSIONAL         
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990olrh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Meyer dari University of Ne Hampshire (Shapiro. 1997 : 5).
Kecerdasan emosional adalah himpunan bagian dari kecerdasan yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan (Salovey dan Meyer). Dengan kata lain keterampilan IQ dan EQ harus saling berinteraksi secara dinamis, baik dalam tingkat konseptual maupun empirik.

Beberapa bentuk kualitas emosional yang dinilai penting bagi keberhasilan, yaitu :
1.     Empati
2.    Mengungkapkan dan memahami perasaan
3.    Mengendalikan amarah
4.    Kemandirian
5.    Kemampuan menyesuaikan diri
6.    Disukai
7.    Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
8.    Ketekunan
9.    Kesetiakawanan
10. Keramahan
11.  Sikap hormat.       

Dalam sebuah survey nasional terhadap apa yang diinginkan oleh pemberi kerja baru, keterampilan-keterampilan teknik khusus tidak seberapa penting dibanding kemampuan dasar untuk belajar dalam pekerjaan bersangkutan (Golemen, 2000: 19).

Selain itu keterampilan-keterampilan lainnya adalah;
·         Mendengarkan dan komunikasi lisan
·         Adaptabilitas dan tanggapan kreatif terhadap kegagalan dan halangan
·         Manajemen pribadi, kepercayaan diri, memotivasi untuk bekerja meraih sasaran, keinginan mengembangkan karier dan bangga dengan prestasi yang dicapai
·         Efektivitas kelompok dan antar pribadi, kerjasama dalam kelompok, keterampilan merundingkan perbedaan pendapat
·         Efektivitas dalam perusahhan, keinginan member konstribusi, potensi-potensi kepemimpinan.


B.    CIRI-CIRI KECERDASAN EMOSIONAL
Gardner menilai bahwa skala kecerdasan Stanford-Binet tidak meramalkan kinerja yang sukses. Bahkan menurut sejumlah hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih signifikan disbanding kecerdasan intelektual (IQ). Terbuti, banyak orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, kemudian terpuruk di tengah-tengah persaingan. Sebaliknya banyak yang mempunyai kecerdasa intelektual biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, menjadi pengusaha-pengusaha sukses, dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Di sinilah kecerdasan emosi (EQ) membuktikan eksistensinya.
Atas dasar itulah maka berkembang pandangannya tentang kecerdasan lain yang lebih luas dari konsep baku IQ yaitu kecerdasan antar pribadi yang lebih menekankan pada pemahaman tentang perasaan, dan mengakui betapa pentingnya kemampuan emosional dan kemampuan komunikasi dalam hiruk pikuk kehidupan.
Prestasi akademik yang tinggi, predikat juara, ternyata tidak cukup mampu memberikan bekal untuk dapat merespon berbagai gejolak, kesulitan-kesulitan, dan berbagai dinamika kehidupan lingkungan yang sangat dinamis.
Goleman menggambarkan ciri-ciri kecerdasan emosional yang terdapat pada diri seseorang berupa:
1.     Kemampuan memotivasi diri sendiri
2.    Ketahanan menghadapi frustasi
3.    Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan
4.    Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdo’a.
Kemampuan memotivasi diri sendiri merupakan kemampuan internal pada diri seseorang berupa kekuatan menjadi suatu energi yang mendorong seseorang untuk mampu menggerakkan potensi-potensi fisik dan psikologis atau mental dalam melakukan aktivitas tertentu sehingga mampu mencapai keberhasilan yang diharapkan. Untuk itu, sebagai orang tua maupun guru hendaknya dapat membantu mengembangkan tumbuhnya motivasi diri anak.
Walaupun kemampuan memotivasi diri menjadi sesuatu yang sangat penting sebagai wujud dari kemadirian anak, namun dalam proses perkembangannya anak masih memerlukan peran orang tua untuk memfasilitasi peningkatan motivasi mereka. Untuk itu sebagai orang tua maupun guru dapat membantu mengembangkan kemampuan menumbuhkan motivasi diri anak melalui ;
a.    Mengajarkan anak mengharapkan keberhasilan
b.    Menyediakan kesempatan bagi anak untuk menguasai lingkungannya
c.    Memberikan pendidikan yang relevan dengan gaya belajar anak
d.    Mengajarkan anak untuk menghargai sikap tidak mudah menyerah
e.    Mengajarkan anak pentingnya menghadapi dan mengatasi kegagalan
Kemampuan yang harus dikembangkan pada setiap anak utamanya bykan kemampuan untuk menghindari terjadinya masalah akan tetapi kemampuan melihatsecara jernih setiap masalah yang dihadapi, untuk selanjutnya mampu memobilisasi kekuatan diri dalam mengatasi persoalan-persoalan yang dihadap tersebut.
Kesadaran diri adalah kecakapan yang diusahakan untuk diperkuat oleh sebagian besar perangkat psikoterapi, karena seperti dikemukakan oleh Freud bahwa sebagian besar kehidupan emisional berada dalam alam bawah sadar; perasaan-perasaan yang bergejolak dalam diri kita tidaklah senantiasa melintasi ambang kesadaran.
Agar emosi tidak berkembang ke arah negatif, seseorang perlu mengenali dirinya sendiri melalui pemikiran yang jernih untuk menyadari perasaan diri sepenuhnya, tidak tenggelam dalam permasalah serta tidak mudah pasrah. Bilamana pengenalan diri dapat dilakukan dengan baik, maka akan sangat membantu seseorang untuk dapat menguasai diri.
Mihaly Csikszentmihalyi, ahli psikologi dari university of Cicago mengumpulakn kisah-kisah puncak kinerja penelitiannya dan melukiskan keadaan yang sangat disukainya yang disebut flow. Keadaan flow merupakan puncak kecerdasan emosional. Flow merupakan keadaan batin yang menandakan seorang anak sedang tenggelam dalam tugas yang cocok. Oleh sebab itu, hendaknya model ini dikembangkan di sekolah-sekolah untuk menghindari kebosanan dan sekaligus menguasai rasa kecemasan di kalangan anak (De Porter, 2000).
Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan menjadi ciri dari kecerdasan emosi. Selain itu, kemampuan mengadakan hubungan anatar pribadi atau keterampilan sosial dan kemampuan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir juga merupakan ciri dari kecerdasan emosional. Kecerdasan Emosional Spiritual (ESQ) merupakan suatu metode dan konsep yang jelas dan pasti dari kekosongan batin/jiwa.

C.    EMOSI DAN KEGUNAANNYA
Dalam proses pembelajaran konvensional, aspek emosional secara eksplisit tidak mendapat tempat dalam pembahasan dan uraian materi perkuliahan atau pelajaran sehingga tidak menjadi bagian yang harus dipelajari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dilatih emosinya pada permulaan masa kanak-kanaknya sungguh-sungguh mengembanngkan jenis keterampilan social ini di kemudian hari, keterampilan social mampu membantu mereka untuk diterima oleh rekan-rekan sebaya dan untuk menjalin persahabatan-persahabatan (Gottman & DeClaire,1997: 29)
Kecerdasan emosi merupakan bagian dari aspek kejiwaan seseorang yang paling mendalam, dan merupakan suatu kekuatan, karena dengan adanya emosi itu manusia dapat menunjukkan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi. Kekuatan emosi sering kali mengalahkan kekuatan nalar, sehingga harus ada upaya untuk mengendalikan, mengatasi, dan mendisiplinkan kehidupan emosional, misalnya dengan memberlakukan aturan-aturan untuk mengurangi gejolak emosi.
Secara universal, manusia memiliki dua jenis tindakan pikiran yaitu tindakan pikiran emosional (perasaan) dan tindakan pikiran rasional (berpikir). Keduanya saling mempengaruhi dalam membentuk kehidupan mental manusia. Sehingga antara akal dan emosi harus berjalan dengan seimbang.
D.   KECAKAPAN-KECAKAPAN EMOSIONAL
Kecemasan yang sangat mendalam terhadap diperolehnya nilai-nilai buruk anak-anak dalam sejulah mata pelajaran, dikejutkan lagi oleh kecemasan lain yang lebih besar lantaran banyak kasus siswa yang mengejutkan justru tidak berkaitan dengan nilai-nilai akademis tersebut, misalnya bagaimana seorang  siswa dengan mudah tega membunuh teman dekatnya sendiri. Kekurangan lain yang menimbulkan kecemasan lebih besar tersebut adalah buta emosi.        
Tanda-tanda kekurangan perhatian terhadap aspek emosi terlihat dari banyaknya peristiwa-peristiwa kekerasan di kalangan siswa, meningkatnya kekacauan masa remaja dan beberapa ekses perilaku negatif lainnya.Tinjauan baru terhadap penyebab depresi pada kaum muda menunjukkan dengan jelas adanya cacat dalam dua bidang keterampilan emosional, yaitu keterampilan membina hubungan, dan cara menafsirkan kegagalan yang memicu timbulnya depresi.
Depresi telah membawa seseorang seringkali melakukan sesuatu yang sesungguhnya merugikan dirinya, misalnya mendorong sejumlah orang untuk minum-minuman keras, padahal efek metabolic alcohol justru seringkali hanya memperburuk depresi itu sendiri.
Cara yang paling baik untuk mencegah terjadinya berbagai tindakan kekerasan serta depresi adalah dengan mengembangkan keterampilan emosional melalui penemuan ketahanan diri pada anak. Sebuah kemampuan penting untuk mengendalikan dorongan hati adalah mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan, misalnya dengan mengidentifikasi konsekuensi sebelum melakukan suatu tindakan.


E.    PENERAPAN KECERDASAN EMOSIONAL
Perbedaan-perbedaan dalam pendidikan emosi menghasilkan keterampilan-keterampilan yang berbeda. Anak perempuan mahir membaca, baik sinyal emosi verbal maupun nonverbal, serta mahir mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan-perasaannya. Sedangkan anak laki-laki menjadi cakap dalam meredam emosi berkaitan dengan perasaan rentan, salah, takut dan sakit.
Dalam proses pembelajaran, penetapan kecerdasan emosional dapat dilakukan secara luas dalam berbagai sesi, aktivitas dan bentuk-bentuk spesifik pembelajarannya. Upaya-upaya untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak adalah:
1.     Mengembangkan Empati dan Kepedulian
Empati adalah suatu sikap atau kemampuan menempatkan diri sendiri dalam posisi orang lain, sehingga dirinya mampu merasakan apa yang orang lain rasakan.
Beberapa cara untuk mengembangkan sikap empati dan peduli adalah:
a.    Memperketat tuntutan pada anak mengenai sikap peduli dan tanggung jawab
b.    Mengajarkan dan melatih anak mempraktekkan perbuatan-perbuatan baik
c.    Melibatkan anak di dalam kegiatan-kegiatan layanan masyarakat.

2.    Mengajarkan Kejujuran dan Integritas
Menurut Paul Ekman, penulis buku Why Children Lie, ada bermacam-macam alasan mengapa anak tidak berkata benar; sebagian dapat dimengerti, sebagian yang lain tidak. Anak kecil paling sering berbohong dengan maksud untuk menghindari hukuman, untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, atau untuk mendapatkan pujian dari sesame teman. Anak remaja sering berbohong untuk melindungi privasinya, untuk menguji kewibawaan orang tua dan untuk melepaskan diri dari rasa malu.
Seperti yang ditulis oleh Ekman, “berbohong mengenai masalah serius bukan hanya suatu masalah yang akan mempersulit tugas orang tua. Berbohong mengikis kedekatan dan keakraban. Kebiasaan berbohong menumbuhkan benih ketidakpercayaan, karena perbuatan ini mengkhianati kepercayaan orang lain.
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru atau orang tua untuk mmenumbuhkan kejujuran anak, antara lain:
a.    Usahakan agar pentingejujuran terus menjadi topik perbincangan dalam rumah tangga, kelas, dan sekolah
b.    Membangun kepercayaan
c.    Menghormati privasi anak


3.    Mengajarkan Memecahkan Masalah
Hal sangat penting yang harus diketahui para pendidik adalah kemampuan memecahkan masalah merupakan bagian yang menyatu dengan proses pertumbuhan. Pertumbuhan intelektual dan emosional anak didorong oleh proses pemecahan masalah. Seperti keterampilan EQ yang lainnya, kemampuan anak untuk memecahkan masalah umunya sejalan dengan peningkatan usia.
Anak-anak sanggup memecahkan masalah yang lumayan rumit bila mereka terbiasa dibimbing menggunakan istilah-istilah yang akrab dan kongkrit bagi mereka. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, anak-anak harus sesering mungkin diajak untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan tingkat usia dan pengalaman yang mereka dapat.
Untuk menghadapi tantangan masa depan, siswa akan membutuhkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai di sembilan area kunci yaitu:
  1. Kemampuan berbahasa, matematika dan sains
  2. Keterampilan teknologi baru
  3. Kemampuan pemecahan masalah, pikiran kritis dan kreativitas
  4. Kesadaran sosial, keterampilan berkomunikasi dan membangun sinergisitas kelompok
  5. Kesadaran global dan keterampilan konservasi
  6. Pendidikan kesehatan dan kesejahteraan
  7. Orientasi moral dan etika
  8. Kesadaran estetika
  9. Pendidikan seumur hidup untuk kemandirian belajar

Langkah-langkah pemecahan masalah yang tepat untuk diterapkan yaitu:
  1. Mengidentifikasi masalah
  2. Memikirkan alternatif pemecahan
  3. Membandingkan alternatif-alternatif pemecahan yang mungkin akan dipilih
  4. Menentukan pemecahan yang terbaik
Selain keempat hal tersebut di atas, guru perlu mengembangkan suasana yang mendukung pemecahan masalah tersebut yang memungkinkan mereka merasa lebih percaya diri serta merasa memiliki keleluasaan dalam mengambil keputusan yang tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar